Wednesday, December 14, 2011

manajemen dan budaya

membayar pajak 

Kewajiban membayar pajak pun sesuai dengan kemampuan dengan aturan yang sangat mendetail, tidak pukul rata.
Orang yang punya penghasilan besar pasti pajaknya besar, yang kecil, bayar pajaknya juga kecil.
Contoh PPNBM barang mewah yang pajaknya sampai milyaran, karena memang kemampuannya besar (untuk beli mis: Lamborghini atau Jaguar), sebaliknya orang pedesaan yang hanya terhutang Pajak Bumi dan Bangunan membayar cuma 10 ribu pertahun, menurut saya sudah sesuai dengan prinsip keadilan. Meskipun yang paling adil hanyalah peraturan Allah.
Dalam perhitungan Pajak Penghasilan juga telah mengadopsi sistem nishab dalam zakat, yang dikenal sebagai PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak, ada nilai minimalnya baru terhutang pajak. Artinya untuk orang orang yang bener bener mepet untuk kebutuhannya juga masih tetap diperhatikan, sama sekali tidak sama dengan UPETI.
Sementara untuk fasilitas umum yang dibiayai dari pajak, secara umum tidak ada pembedaan bagi siapa yang boleh menikmatinya. Di sini bisa diambil himah bahwa kita belajar saling mengisi atau disebut subsidi silang. Maka dilihat dari sudut pandang ‘saya ikut memanfaatkan kepentingan umum’ sudah sewajarnya jika Pajak itu menjadi hukumnya Wajib bagi saya ‘sesuai kemampuan masing-masing’.
Adapun setelah dikumpulkan oleh Ulil Amri, dibagi pada Departemen Departemen dan di sana ada yang menyalah gunakan atau ‘file corrupted’ maka korupsi itu hukumnya Haram. Namun hal ini (korupsi) tidak bisa kita jadikan alasan untuk menghilangkan kewajiban kita untuk membayar pajak.

sumber : http://ninabegaz.wordpress.com/2010/05/20/kewajiban-membayar-pajak/

No comments:

Post a Comment